Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 28)
mengartikan kata disiplin adalah latihan batin dan watak dengan maksud supaya
segala perhatian anak selalu mentaati tata tertib di sekolah. Sedangkan menurut
Hurlock (1999: 82) dalam bukunya Perkembangan Anak mengartikan perilaku
disiplin yakni perilaku seseorang yang belajar dari atau secara sukarela
mengikuti seorang pemimipin. Dalam hal ini anak merupakan murid yang belajar
dari orang dewasa tentang hidup menuju kearah kehidupan yang berguna dan
bahagia dimasa mendatang. Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa disiplin adalah tata tertib atau peraturan yang harus dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari untuk melatih watak anggota yang ada dalam lembaga
kependidikan. Pokok utama dari disiplin adalah peraturan.
Unsur-unsur disiplin
Disiplin
sebagai upaya pengembangan anak untuk berperilaku sesuai dengan aturan dan
norma yang diterapkan oleh masyarakat mempunyai beberapa unsur yaitu:
1. Peraturan
Salah satu unsur pokok disiplin adalah peraturan. Peraturan
adalah ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan untuk menata tingkah laku
seseorang dalam suatu kelompok, organisasi, institusi atau komunitas. Tujuanya
adalah membekali anak dengan pedoman perilaku yang disetujui dalam situasi
tertentu (Hurlock, 1999: 85). Peraturan mempunyai dua fungsi yaitu pertama,
peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada anak
perilaku yang disetujui anggota masyarakat. Misalnya anak beajar dari peraturan
tentang memberi dan mendapat bantuan dalam tugas sekolahnya. Bahwa menyerahkan
tugas yang dibuatnya sendiri merupakan satu-satunya metode yang dapat diterima
sekolah untuk menilai prestasi. Kedua, peraturan membantu mengekang perilaku
yang tidak diinginkan. Bila peraturan tersebut merupakan peraturan keluarga
bahwa tidak seorang anakpun boleh mengambil mainan milik saudaranya tanpa
sepengetahuan dan izin si pemilik, anak segera belajar bahwa hal ini dianggap
perilaku yang tidak diterima karena mereka dimarahi atau dihukum bila melakukan
tindakan terlarang ini. Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi tersebut di
atas, peraturan itu harus dimengerti, diingat dan diterima oleh anak.
2. Kebiasaan-kebiasaan
Kebiasaan ada yang bersifat tradisional dan ada pula yang
bersifat modern. Kebiasaan tradisional dapat berupa kebiasaan menghormati dan
memberi salam kepada orang tua. Sedangkan yang bersifat modern berupa kebiasaan
bangun pagi, menggosok gigi, dan sebagainya.
3. Hukuman
Hukuman terjadi karena kesalahan, perlawanan atau
pelanggaran yang disengaja. Ini berarti bahwa orang itu mengetahui bahwa
perbuatan itu salah namun masih dilakukan. Anonymous, (2003: 157) mengemukakan
bahwa tujuan darihukuman adalah menghentikan anak untuk melakukan sesuatu yang
tidak sesuai dengan aturan yang berlaku agar anak jera baik secara biologis
maupun psikologis. Hukuman mempunyai tiga peran penting dalam perkembangan
disiplin anak. Fungsi pertama adalah menghalangi. Hukuman menghalangi
pengulangan tindakan yang tidak diinginkan. Bila anak menyadari bahwa tindakan
tertentu akan mendatangkan hukuman, mereka biasanya urung melakukan tindakan
tersebut karena teringat
akan hukuman yang dirasakannya diwaktu lampau akibat tindakan tersebut. Fungsi
hukuman kedua adalah mendidik. Sebelum anak mengerti peraturan, mereka dapat
belajar bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan mendapat
hukuman karena melakukan tindakan yang salah dan tidak menerima hukuman bila
mereka melakukan tindakan yang diperbolekhan. Aspek edukatif lain dari hukuman
yang sering kurang diperhatikan adalah mengajar anak membedakan besar kecilnya
kesalahan yang diperbuat mereka. Kriteria yang diterapkan anak adalah frekuensi
dan beratnya hukuman. Beratnya hukuman membuat mereka mampu membedakan
kesalahan yang serius dan yang kurang serius. Fungsi hukuman yang ketiga adalah
memberi motivasi untuk menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat.
Pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah diperlukan sebagai
motivasi untuk menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mampu mempertimbangkan
tindakan alternatif dan akibat masing-masing alternatif, mereka harus belajar
memutuskan sendiri apakah suatu tindakan yang salah cukup menarik untuk
dilakukan. Jika mereka memutuskan tidak, maka mereka akan mempunyai motivasi
untuk menghindari tindakan tersebut.
4.
Penghargaan
Penghargaan adalah unsur disiplin yang sangat penting dalam
pengembangan diri dan tingkah laku. Penghargaan tidak harus berupa materi
tetapi dapat juga berupa kata-kata pujian atau senyuman. Penghargaan mempunyai
tiga peranan penting dalam mengajar anak berperilaku sesuai dengan aturan yang
berlaku. Pertama, penghargaan mempunyai nilai mendidik. Bila suatu tindakan disetujui, anak merasa
bahwa hal itu baik. Kedua, penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk
mengulangi perilaku yang disetujui. Karena anak bereaksi positif terhadap
persetujuan yang dinyatakan dengan penghargaan, dimasa mendatang mereka
berusaha untuk berperilaku dengan cara yang akan banyak memberinya penghargaan.
Dan ketiga, penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang disetujui
secara sosial. Bila anak harus belajar berperilaku secara sosial, ia harus
merasa bahwa berbuat demikian cukup menguntungkan baginya. Karenanya
penghargaan harus digunakan untuk membentuk asosiasi yang menyenangkan dengan
perilaku yang diinginkan.
B.
Tujuan disiplin untuk AUD
Mengajarkan disiplin pada anak adalah kewajiban. Bila
tidak diajarkan kedisiplinan, anak yang tumbuh dewasa akan merepotkan orang
tua. Salah satu dari akhlak yang baik adalah disiplin. 10 Manfaat
Mengajarkan Disiplin pada Anak usia dini menurut Seto Mulyadi,
Menumbuhkan
kepekaan.
Anak
tumbuh menjadi pribadi yang peka/berperasaan halus dan
percaya pada orang lain. Sikap-sikap seperti ini akan memudahkan dirinya
mengungkapkan perasaannya kepada orang lain, termasuk ortunya. Alhasil, anak
akan mudah menyelami perasaan orang lain juga.
Menumbuhkan
kepedulian.
Anak
jadi peduli pada kebutuhan dan kepentingan orang lain. Disiplin membuat anak
memiliki integritas, selain dapat memikul tanggung jawab, mampu memecahkan
masalah dengan baik dan mudah mempelajari sesuatu.
Mengajarkan
keteraturan.
Anak
jadi memiliki pola hidup yang teratur dan mampu mengelola waktunya dengan baik.
Menumbuhkan
ketenangan.
Penelitian
menunjukkan, bayi yang tenang/jarang menangis ternyata lebih mampu
memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan baik. Di tahap selanjutnya, ia bisa
cepat berinteraksi dengan orang lain.
Menumbuhkan
sikap percaya diri.
Sikap
ini tumbuh saat anak diberi kepercayaan untuk melakukan sesuatu yang mampu ia
kerjakan sendiri.
Menumbuhkan
kemandirian.
Dengan
kemandirian anak dapat diandalkan untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri. Anak juga dapat mengeksplorasi lingkungannya dengan baik. Disiplin merupakan bimbingan pada anak agar
sanggup menentukan pilihan bijak.
Menumbuhkan
keakraban.
Anak
jadi cepat akrab dan ramah terhadap orang lain, karena kemampuannya beradaptasi
lebih terasah.
Membantu
perkembangan otak.
Pada
usia 3 tahun pertama, pertumbuhan otak anak sangat pesat. Di usia ini, ia
menjadi peniru perilaku yang sangat piawai. Jika ia mampu menyerap disiplin
yang dicontohkan orang tuanya, maka disiplin sejak dini akan membentuk
kebiasaan dan sikap yang positif.
Membantu
anak yang “sulit”, misal anak yang hiperaktif, perkembangan terlambat, atau
temper tantrum.
Nah,
dengan menerapkan disiplin, maka anak dengan kebutuhan khusus tsb akan mampu
hidup lebih baik.
Menumbuhkan
kepatuhan.
Hasil
nyata dari penerapan disiplin adalah kepatuhan. Anak akan menuruti aturan yang
diterapkan orang tua atas dasar kemauan sendiri.
C.
Beberapa Cara Umum Dalam Penanaman Disiplin Terhadap AUD
Cara dan kebiasaan orang tua, guru, dan masyarakat dalam
membentuk disiplin anak tergantung pada pengalaman, sikap, karakter, dan
pribadinya. Umumnya cara pembentukan perilaku disiplin dikelompokkan menjdi dua
yaitu:
1.
Disiplin Negatif
Setiap keluarga maupun sekolah mempunyai masalah tentang
tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Untuk
mengatasi hal tersebut, mereka menggunakan disiplin yang salah. Namun,
kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa mereka telah mengajarkan anak dengan
cara disiplin yang negatif, berupa hukuman fisik dan kata-kata yang dapat
merugikan perkembangan anak. Menggunakan hukuman pada anak sebenarnya merupakan
intervensi yang sangat buruk dan tidak tepat.
Dengan memberi hukuman, orang tua dan guru tidak dapat
mengubah perilaku anak yang tidak baik menjadi baik. Bahkan hukuman dapat
membuat perilaku anak menjadi lebih buruk. Ini merupakan realita yang ada
dimasyarakat bahwa kebanyakan guru di taman kanak-kanak bukan lulusan dari
pendidikan anak usia dini dan belum pernah mengenal metode dalam menangani
tingkah laku yang kurang baik. Mereka melihat hukuman sebagai hal yang wajar
dan merupakan satu-satunya cara untuk menekan tingkah laku dan membentuk
disiplin pada anak. Perlakuan-perlakuan seperti menekan anak, mengomeli,
mengancam merupakan mekanisme yang muncul sebagai bentuk penegakan disiplin
yang sebenarnya lebih terkait dengan ketidakpuasan orang tua ataupun guru atas
perilaku anak yang tidak sesuai dengan harapan mereka.
2. Disiplin
Positif
Pembentukan disiplin dengan
cara-cara yang positif tergantung pada pengalaman, pengetahuan, sikap, dan
watak orang tua dan guru. Hallowel (2002: 173) berpendapat bahwa mereka yamg
menggunakan disiplin positif selalu memulai dengan kesabaran, cinta dan
kepedulian. Apabila orang tua dan guru mengajarkan dan menanamkan disiplin
melalui kemarahan maka cara demikian akan menghasilkan kebingungan dan
ketakutan pada anak. Mereka harus belajar mengatasi kemarahan dan mengubahnya
dengan kesabaran sebagai kunci dari disiplin positif. Pemberian hukuman pada
anak bukanlah cara yang tepat untuk menghentikan tingkah laku yang kurang baik
yang ditunjukkan anak.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesabaran dan
pengertian adalah hal yang sangat penting dalam proses pembelajaran disiplin
anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu orang tua atau guru mengajarkan dan
menanamkan disiplin, anak belum mengerti dan memahami tentang disiplin. Untuk
itu mereka harus memperhatikan tingkat perkembangan anak. Menggunakan
pendekatan disiplin positif akan menciptakanatmosfir yang positif dan akan
menghasilkan disiplin diri anak yang kondusif. Memberi pujian pada anak apabila
mereka telah melakukan sesuatu dan tidak menyalahkan mereka karena telah
berbuat kesalahan merupaka cara untuk mendorong anak mencoba kembali melakukan
sesuatu.
Schaefer (1996) mengatakan bahwa pendisiplinan akan lebih
efektif jika memenuhi criteria :
a) Menghasilkan suatu keinginan perorangan atau
pertumbuhan pada diri anak.
b) Harga diri anak tetap tejaga.
c) Selalu ada hubungan dekat antara anak dan orang tua.
Apa
yang harus dilakukan orang tua dalam menanamkan disiplin pada usia anak-anak,
terutama ketika harus menegakkan disiplin itu dengan memberikan konsekuensi
hukuman bila dilanggar?
Yang pertama, orang tua harus
memiliki pengetahuan bahwa :
Disiplin tidak tertanam begitu saja
Disiplin yang ditanamkan pada masa
kanak-kanak harus menyesuaikan dengan perkembangan usia anak.
Setiap usia ada kemampuan yang
dikuasai dan ada yang belum dikuasainya.
Yang kedua, orang tua harus memiliki
pengetahuan tentangn cara-cara yang tepat dan efektif dalam melatih disiplin
sesuai dengan usia perkembangan anak.
Yang ketiga, disipilin adalah
perilaku yang dipelajari anak dari orang tua, guru atau orang-orang
disekitarnya.
Yang keempat, membuat aturan dengan
satndar-satndar yang realistis, mengkomuniasikannya pada anak dan menetapkan
kebjaksanaan-kebijaksanaan, bukan standar mutlak, dan menetapkan/membuat
kesepakatan bersama.
Disiplin
ditanamkan sejak usia anak masih sangat muda melalui pola-pola pembiasaan oleh
orang tua, pengasuh dan orang-orang disekitarnya. Misalnya :
Menyusui tepat waktu/makan tepat
waktu
Tidur pada jam tertentu
Melatih membuang air
Melatih anak mengikuti pola orang
tua disaat anak memasuki usia menjelajah dimana anak sangat sulit diatur.
Dapat diajak berpikir mengenai
konsekuensi yang diterima bila berbuat salah dan bila berbuat benar.
Disiplin melalui kegiatan
sehari-hari (membereskan mainan, mencuci tangan sebelum makan, mencuci kaki
sebelum tidur)
Membuat peraturan/tata tertib di
rumah secara menyeluruh.
Banyak
cara yang dipilih seseorang dalam menegakkan disiplin. Namum beberapa cara
memberikan dapak yang buruk bagi perkembangan psikologis anak dimasa yang akan
datang. Salah satunya adalah pola kekerasan yang banyak dipilih orang tua atau
pendidik dalam menerapkan disiplin. Terutama berhubungan dengan pemberian
hukuman sebagai konsekuensi dari pelanggaran disiplin.
Ada
cara yang cukup efektif yang dapat dilakukan dalam menerapkan disiplin :
a.
menunjukkan penolakan untuk perilaku yang tidak diinginkan.
Mengabaikan keberadaannya
Membelakangi
Tidak memberikan perhatian untuk
beberapa saat
Pura-pura tidak melihat.
Menolak menaggapi/mendengar
pembicaraan anak.
Tidak memenuhi keinginan anak.
b. dialog
tentang mengapa harus mengubah perilaku.
Memberikan contoh melaui cerita
fiktif
Menjelaskan konsekuensi dari
perbuatan salah bagi anak maupun orang lain menggunakan hukuman dan
penghargaan.
c. memberikan hadiah,
pujian atau penghargaan
memberikan belaian, senyum pelukan
untuk beberapa saat untuk perilaku yang diharapkan
Memberikan pujian untuk rasa percaya
diri dalam menerapkan disiplin lebih banyak diberikan daripada kritikan.
Diberikan hak istimewa untuk penguat
perilaku yang diharapkan.
d. beri
hukuman yang layak ;
Mencabut haknya yang disenangi
(menonton tv, bermain games, makan es krim dll).
Membuat anak melakukan suatu tugas
yang ada manfaatnya, namun tidak disenanginya.
e.
Konsisten dalam menegakkan disipilin.
Penerapan disiplin oleh orang tua dan guru dapat
menjadi kontrol bagi perilaku. Bila disiplin sudah menjadi kebiasaan maka
akan membentuk watak anak atau siswa. Untuk masa depannya akan menjadikan insan
yang tertib, yang dapat membedakan serta memilah hal-hal yang positif
dalam hidupnya.
Dalam penerapan kepada anak
peraturan mempunyai dua fungsi penting untuk membantu anak menjadi manusia yang
bermoral,yaitu : dengan peraturan membantu anak untuk menghindari perilaku yang
tidak baik dan tidak diinginkan sebab apabila anak melanggar peraturan maka dia
akan dimarahi oleh orang tua, guru dan oleh orang-orang dewasa sekitarnya. Oleh
sebab itu agar tidak dihukum ( dimarahi ) dia akan menghindari perilaku yang
tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Peraturan mempunyai nilai pendidikan
karena peraturan memperkenalkan kepada Anak tentang perilaku yang disetujui
dilingkungan sosialnya.
Ada 3 cara dalam penanaman disiplin
pada AUD yaitu sebagai berikut :
1.
Pendekatan otoriter
Dimasa lalu orang tua dianggap
segala tahu apa yang terbaik bagi anaknya, orangtualah yang menentukan masa
depan anaknya. Oleh sebab itu tidak heran perilaku anak dibentuk oleh orang
tuanya secara otoriter dalam artian anak tidak boleh menolak untuk apalagi
menolak kehendak orang tua. Anak akan mendapat hukuman bila tidak mengikuti
standar yang telah ditentukan orang tua dan guru. Sebaliknya jarang sekali anak
dapat penghargaan bila berhasil menunjukkan perilaku yang baik dan sesuai
dengan standar lingkungannya.
Dalam menerapkan keinginan orang tua
dan guru terhadap anak, faktor usia anak kurang dipertimbangkan. Walaupun anak
sudah beranjak besar, pengendalian ketat dan hukuman fisik / badan masih
digunakan. Hal ini akan melumpuhkan inisiatif dan kesempatan anka dalam
mengambil keputusan-keputusan tentang sesuatu yang dia anggap baik dan berguna
bagi dirinya.
Anak yang dididik dengan cara
penanaman disiplin otoriter akan cenderung mengembangkan kepribadian yang
kurang positif. Dia cenderung untuk berbuat licik, tidak jujur, dan tertutup,
pada gilirannya akan melawan / menentang orang tua, guru yang dia anggap tidak
sesuai dengan kehendaknya. Akibat lain dari cara otoriter ini, anak akan
menjadi rendah diri, tidak berani mengemukakan pendapat, malu bergaul dengan
orang lain, merasa serba salah, bersikap “ submisit” ( tunduk pada orang lain )
serta cenderung menarik diri dari lingkungan sosial sekitarnya.
2.
Pendekatan permisif
Disiplin permisif berarti sedikit
disiplin atau tidak ada penanaman disiplin. Dengan cara pendekatan permisif,
anak-anak tidak diberi batas-batas / rambu-rambu yang mengatur tingkah laku.
Mereka tidak diberitahu oleg orang tua, guru, mana yang boleh dilakukan mana
yang tidak boleh dilakukan.
Pendekatan permisif ini kebalikan
dari pendekatan otoriter. Kalau pendekatan otoriter orang tua dan gurulah yang
mengendalikan segala perilaku anak, sedangkan pendekatan secara permisif
anak-anak dibiarkan untuk berbuat dan berperilaku sekehendak hatinya, orang
atau guru tidak mengarahkan anak kepada perilaku yang sesuai dengan standar
perilaku yang berlaku dilingkungannya dan tidak menggunakan sanksi hukuman terhadap prilaku yang tidak baik/
salah. Akibatnya anak –anak menjadi bingung dan tidak tahu mana yang baik mana
yang tidak baik, mana yang boleh dilakukan, mana yang tidak boleh dilakukan.
Selain bingung mereka kerasa cemas, tidak aman dan menjadi agresif. Walaupun
mereka tidak tahu mana yang baik, mana yang salah, akibatnya mereka tidak dapat
mengambil keputusan yang sesuai dengan standar sosial di lingkungannya.
Akibat lebih lanjut, anak-anak ini
menjadi manja, penuntut, menjadi “monster kecil” dan banyak lagi julukan yang
diberikan kepada mereka. Anak-anak sulit menyesuaikan diri, perilakunya tidak
sesuai dengan usianya dan dia mengalami hambatan dalam pengembangan
kepribadiannya. Perilaku sulit diterima oleh lingkungannya, karena tidak sesuai
dengan standar yang berlaku di masyarakat.
Anak-anak yang tumbuh besar
permisif, cenderung menjadi anak yang ragu-ragu, cemas, kurang percaya diri, dan
sulit mengendalikan diir. Demikian pula ia tidak tahan menghadapi kekerasan dan
tantangan dalam hidupnya, selalu minta dukungan dan bantuan mental dari orang
lain, mudah menyerah dan mudah putus asa.
3.
Pendekatan demokratis
Penanaman disiplin dengan cara
pendekatan demokratis adalah suatu cara penanaman disiplin yang dianggap yang
paling baik yang dapat menghasilkan sikap, perilaku dan kepribadian yang
matang. Cara ini dapat dikatakan penggabungan dari penanaman disiplin cara
otoriter dan permisif. Dengan penanaman disiplin secara demokratis, berarti
anak diikutsertakan dalam diskusi, mendengarkan penjelasan, bertanya,
mengemukakan pendapat tentang mengapa perilaku tertentu itu boleh dilakukan dan
yang tidak boleh dilakukan. Dengan demikian anak-anak benar-benar mengerti dan
memahami standar sosial yang berlaku dilingkungannya.
Terhadap anak yang besar, tidak saja
penjelasan-penjelasan tentang aturan yang harus dipatuhi, tetapi mereka diberi
kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan bila diperlukan diajak bersama-sama
merumuskan aturan main di rumah maupun disekolah untuk sama-sama diputuskan menjadi pedoman
bersama. Dengan cara penanaman disiplin demokratis ini, anak merasa dihargai,
diakui keberadaan nya dan hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pada dirinya dan
dia tidak ragu–ragu mengambil
keputusan dan menentukan sikap.
D. Pentingnya Penanaman Disiplin pada Anak Usia Prasekolah
Keyakinan bahwa anak-anak memerlukan disiplin dari dahulu
sudah ada, tetapi terdapat perubahan dalam sikap mengenai mengapa mereka
memerlukannya. Pada masa lampau, dianggap bahwa disiplin diperlukan untuk
menjamin bahwa anak akan menganut standar yang telah ditetapkan masyarakat dan yang
harus dipatuhi anak agar ia tidak ditolak masyarakat. Sekarang telah diterima
bahwa anak membutuhkan disiplin bila mereka ingin bahagia dan menjadi orang
yang baik penyesuaiannya. Melalui disiplinlah mereka belajar berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat dan
sebagai hasilnya mereka diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. Disiplin
diperlukan untuk perkembangan anak karena ia memenuhi beberapa kebutuhan
tertentu. Dengan demikian, disiplin memperbesar kebahagiaan dan penyesuaian
pribadi dan sosial anak. Beberapa kebutuhan masa kanak-kanak yang dapat diisi
oleh disiplin antara
lain:
Disiplin memberikan rasa aman dengan
memberitahukan apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan
Disiplin membantu anak menghindari
perasaan bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah. Perasaan yang pasti
mengakibatkan rasa tidak bahagia dan penyesuaian yang buruk. Disiplin
memungkinkan anak hidup menurut standar yang disetujui kelompok sosial dan
dengan demikian memperoleh persetujuan sosial.
Dengan disiplin anak belajar
bersikap menurut cara yang akan mendatangkan pujian yang akan ditafsirkan anak
sebagai tanda kasih sayang dan penerimaan. Hal ini esensial bagi penyesuaian
yang berhasil dan kebahagiaan.
Disiplin yang sesuai dengan
perkembangan berfungsi sebagai motivasi bagi anak untuk mencapai apa yang
diharapkan darinya.
Disiplin membantu anak mengembangkan
hati nurani yang merupakan pembimbing dalam pengambilan keputusan dan
pengendalian perilaku.
Secara psikososial, setiap anak memiliki kebutuhan dasar
yang dapat dilayani melalui disiplin. Bahkan dapat dikatakan bahwa disiplin
sesungguhnya adalah kebutuhan intrinsik dan kebutuhan ekstrinsik bagi
perkembangan anak. Kebutuhan intrinsik artinya melalui disiplin anak dapat
berfikir, menata dan menentukan sendiri tingkah laku sosialnya sesuai dengan
tata tertib dan kaedah-kaedah tingkah laku dalam masyarakat. Sedangkan
kebutuhan ekstrinsik artinya dalam kehidupannya anak akan bertanya dan meminta
petunjuk tentang arah tingkah lakunya. Disinilah disiplin berfungsi memberi
penerangan agar tingkah laku anak tidak tersesat dan menimbulkan suasana hidup
yang tidak menyenangkan bagi anak. Dengan adanya disiplin anak akan memperoleh
penyesuaian pribadi, sosial dan institusional yang lebih baik. Penyesuaian
pribadi artinya anak dapat mengembangkan kemampuan pribadinya secara optimal dan
mewujudkan kemampuan itu sesuai dengan tuntutan dan harapan masyarakat.
Penyesuaian sosial artinya anak dapat membangun hubungan dan interaksi sosial
secara efektif berdasarkan aturan dan norma-norma sosial yang berlaku di
lingkungannya.
Penyesuaian institusional artinya anak dapat hidup dan
menyesuaikan pertumbuhan diri dan interaksi sosialnya dengan syarat-syarat,
aturan dan norma yang ditetapkan oleh institusi. Dalam hal ini fungsi pokok
disiplin adalah mengajar anak untuk menerima pengekangan yang diperlukan dan
membantu mengarahkan anak kejalur tingkah laku yang berguna dan dapat diterima
secara personal, sosial dan institusional(Hurlock;1999:83).
E. Kondisi
yang menunjang dalam pengembangan disiplin diri AUD
Pengenalan disiplin dapat dimulai sejak dalam kandungan.
Misalnya seorang ibu yang sedang mengandung akan tertib mengatur pola makan
istirahat dan emosinya, agar anak yang dalam kandungannya setelah dilahirkan
nanti menjadi tertib dan tidak bermasalah. Selain itu penanaman disiplin juga
bisa dilakukan setelah anak lahir yaitu dengan rutinitas dan pembiasaan.
Misalnya waktu menyusui, waktu tidur, waktu buang air besar/kecil dan waktu
bermain.
Pada usia balita anak mengenal banyak macam disiplin.
Misalnya cara membersihkan diri sendiri, cara bersikap di lingkungan diluar
keluarga, belajar mengikuti pola aturan bermain, berinteraksi dan berkomunikasi
dengan anak lain secara bertahap.
Anak perlu mengetahui tingkah laku seperti apa yang
diharapkan dari dia. Apa yang boleh dan tidak boleh dia lakukan disaat
tertentu. Tentu saja hal ini memerlukan bimbingan orang dewasa terutama orang
tua dan guru disekolah. Oleh karena itu bagaimana pendidik memberikan respon
pada tindakan anak secara tepat sangatlah penting.
Jadi penanaman disiplin yang tepat dilakukan adalah sejak
usia dini karena pada usia ini adalah usia dimana anak menghormati, otoritas
orang tua dalam mendisiplinkan dirinya. Orang tua yang mampu menanamkan
disiplin pada anak saat usia ini akan lebih mudah mendisiplinkan anak pada saat
remaja nanti.